Menutup Aib diri Sendiri dan Orang lain
Oleh Ust. H. Zulhamdi M. Saad, Lc
Usai shalat ashar di masjid Quba, seorang sahabat mengundang Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam beserta jamaah untuk menikmati hidangan
daging unta di rumahnya. Ketika sedang makan, ada tercium aroma tidak
sedap. Rupanya diantara yang hadir ada yang buang angin. Para sahabat
saling menoleh. Wajah Rasulullah sedikit berubah tanda tidak senang.
Maka tatkala waktu sholat maghrib hampir masuk, sebelum bubar,
Rasulullah berkata: "Barangsiapa yang makan daging unta, hendaklah ia
berwudhu!". Mendengar perintah Rasulullah tersebut maka seluruh jamaah
mengambil air wudhu. Dan terhindarlah aib orang yang buang angin tadi.
Aib adalah suatu cela atau kondisi yang tidak baik tentang seseorang
jika diketahui oleh orang lain akan membuat rasa malu, rasa malu ini
membawa kepada efek sikologi yang negatif jika tersebar.
Namun banyak kita dapati di tengah keseharian kita, pembicaraan dan
obrolan itu sepertinya tidak asyik kalau tidak membicarakan aib, cacat
dan kekurangan yang ada pada orang lain, padahal obrolan itu bukanlah
perkara ringan dalam pandangan Islam.
Ajaran Islam melarang keras aib seseorang diceritakan, dan tidak boleh
sekali-kali menyebarkan tentang apa atau bagaimana kondisi yang tidak
baik tentang seseorang, bahkan islam mengajarkan untuk menutupinya.
Allah berfirman dalam Surat Al Hujarat ayat 12 yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah kebanyakan dari prasangka,
karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan
janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan dan aib orang lain;
dan janganlah kamu mengumpat sebagian yang lain. Apakah seseorang dari
kamu suka memakan daging saudaranya yang telah mati? Maka sudah tentu
kamu jijik kepadanya. (Oleh itu, jauhilah larangan-larangan yang
tersebut) dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang."
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda yang artinya: "Wahai
orang yang beriman dengan lisannya, tetapi tidak beriman dengan hatinya.
Janganlah kamu mengumpat kaum muslimin dan janganlah mengintip aib
mereka, maka barang siapa yang mengintip aib saudaranya, niscaya Allah
akan mengintip aibnya dan siapa yang diintip Allah akan aibnya, maka
Allah akan membuka aibnya meskipun dirahasiakan di lubang kendaraannya."
(HR. at-Tirmidzi)
Bahkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam juga melarang seseorang
untuk membuka aib dirinya sendiri kepada orang lain, sebagaimana
sabdanya: "Setiap umatku dimaafkan kecuali orang yang terang-terangan
(melakukan maksiat). Dan termasuk terang-terangan adalah seseorang yang
melakukan perbuatan maksiat di malam hari, kemudian di paginya ia
berkata: wahai fulan, kemarin aku telah melakukan ini dan itu –padahal
Allah telah menutupnya- dan di pagi harinya ia membuka tutupan Allah
atas dirinya." (HR. Bukhori Muslim)
Sebaliknya, Rasulullah memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang
menutup aib saudara-saudara mereka, dengan menutup aib mereka di dunia
dan akhirat, seperti dalam hadits shahih: "Dan barangsiapa yang menutup
aib seorang muslim, niscaya Allah menutup aibnya di dunia dan akhirat."
(HR. Muslim)
Adapun aib yang ada pada seseorang bisa dibagi menjadi dua kategori:
Pertama, aib yang sifatnya khalqiyah, yaitu aib yang sifatnya qodrati
dan bukan merupakan perbuatan maksiat. Seperti cacat di salah satu organ
tubuh atau penyakit yang membuatnya malu jika diketahui oleh orang
lain.
Aib seperti ini adalah aurat yang harus dijaga, tidak boleh disebarkan
atau dibicarakan, baik secara terang-terangan atau dengan gunjingan,
karena perbuatan tersebut adalah dosa besar menurut mayoritas ulama,
karena aib yang sifatnya penciptaan Allah yang manusia tidak memiliki
kuasa menolaknya, maka menyebarkannya berarti menghina dan itu berarti
menghina Penciptanya. (Imam al Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin).
Kedua, aib berupa perbuatan maksiat, baik yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. Maksiat yang dilakukan
sembunyi-sembunyi juga terbagi menjadi dua:
Pertama: Perbuatan maksiat yang hanya merusak hubungannya secara
pribadi dengan Allah seperti minum khamr, berzina dll. Jika seorang
muslim mendapati saudaranya melakukan perbuatan seperti ini hendaklah ia
tidak menyebarluaskan hal tersebut, namun dia tetap memiliki kewajiban
untuk melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Imam Syafi’i berkata,
“Siapa yang menasehati saudaranya dengan tetap menjaga kerahasiaannya
berarti dia benar-benar menasehatinya dan memperbaikinya. Sedang yang
menasehati tanpa menjaga kerahasiaannya, berarti telah mengekspos aibnya
dan mengkhianatinya." (Syarh Shahih Muslim, Imam an Nawawi).
Kedua: Perbuatan maksiat yang dilakukan sembunyi-sembunyi tapi
merugikan orang lain seperti mencuri, korupsi dan lain sebagainya. Maka
perbuatan seperti ini diperbolehkan untuk diselidiki dan diungkap,
karena hal ini sangat berbahaya jika dibiarkan, karena akan lebih banyak
lagi merugikan orang lain.
Sebuah kisah masyhur yang ditulis oleh Imam Ibnu Qudamah dalam kitab
"Tawwabin" dapat dijadikan pelajaran bagi kita untuk menutup aib diri
sendiri dan aib orang lain serta mengakuinya dihadapan Allah dengan
bertaubat atas dosa tersebut.
Disebutkan bahwa pada zaman nabi Musa 'alaihis salam, Bani Israil
ditimpa musim kemarau yang berkepanjangan. Mereka pun berkumpul
mendatangi Nabi mereka. Mereka berkata , "Wahai Kaliimallah, berdoalah
kepada Rabbmu agar Dia menurunkan hujan kepada kami." Maka berangkatlah
nabi Musa 'alaihis salam bersama kaumnya menuju padang pasir yang luas
bersama lebih dari 70 ribu orang. Mulailah mereka berdoa dengan kondisi
yang lusuh penuh debu, haus dan lapar.
Musa berdoa, "Wahai Tuhan kami turunkanlah hujan kepada kami,
tebarkanlah rahmat-Mu, kasihilah anak-anak dan orang-orang yang
mengandung, hewan-hewan dan orang-orang tua yang rukuk dan sujud."
Setelah itu langit tetap saja terang benderang, matahari pun bersinar
makin kemilau. Kemudian Musa berdoa lagi, "Wahai Tuhanku berilah akmi
hujan".
Allah pun berfirman kepada Musa, "Bagaimana Aku akan menurunkan hujan
kepada kalian sedangkan di antara kalian ada seorang hamba yang
bermaksiat sejak 40 tahun yang lalu. Keluarkanlah ia di depan manusia
agar dia berdiri di depan kalian semua. Karena dialah, Aku tidak
menurunkan hujan untuk kalian. "
Maka Musa pun berteriak di tengah-tengah kaumnya, "Wahai hamba yang
bermaksiat kepada Allah sejak 40 tahun, keluarlah ke hadapan kami,
karena engkaulah hujan tak kunjung turun."
Seorang laki-laki melirik ke kanan dan kiri, maka tak seorang pun yang
keluar di depan manusia, saat itu pula ia sadar kalau dirinyalah yang
dimaksud.
Ia berkata dalam hatinya, "Kalau aku keluar ke depan manusia, maka akan
terbuka rahasiaku. Kalau aku tidak berterus terang, maka hujan pun tak
akan turun. "
Maka kepalanya tertunduk malu dan menyesal, air matanya pun menetes,
sambil berdoa kepada Allah, "Ya Allah, Aku telah bermaksiat kepadamu
selama 40 tahun, selama itu pula Engkau menutupi aibku. Sungguh sekarang
aku bertobat kepada-Mu, maka terimalah taubatku. "
Belum sempat ia mengakhiri doanya maka awan-awan tebalpun bergumpal, semakin tebal menghitam lalu turunlah hujan.
Nabi Musa pun keheranan dan berkata, "Ya Allah, Engkau telah turunkan
hujan kepada kami, namun tak seorang pun yang keluar di depan manusia."
Allah berfirman, "Aku menurunkan hujan karena seorang hamba yang karenanya hujan tak kunjung turun."
Musa berkata, "Ya Allah, Tunjukkan padaku hamba yang taat itu."
Allah berfirman, "Wahai Musa, Aku tidak membuka aibnya padahal ia
bermaksiat kepada-Ku, apakah Aku membuka akan aibnya sedangkan ia taat
kepada-Ku?!"
Setiap orang pasti memiliki kekurangan, cela dan dosa tertentu pada
dirinya, maka suatu aib yang ada pada seseorang dapat dijadikan
pelajaran bagi orang lain untuk dapat belajar dan memperbaiki diri agar
tidak melakukan hal serupa yang akan menimpa dirinya dan orang lain
akibat perbuatannya tersebut.
Maka beruntung dan berbahagialah orang yang disibukkan oleh aibnya
sendiri dari disibukkan dengan aib orang lain. Begitulah Rasulullah Saw
menyampaikan dalam sabdanya: "Berbahagialah orang yang disibukkan dengan
aibnya sendiri, sehingga ia tidak sempat memperhatikan aib orang lain."
(HR Al-Bazzar dengan Sanad hasan).
Sungguh indahnya ajaran Islam yang menuntun kita agar menjaga aib kita
sendiri dan menjaga aib orang lain, dan terus berupaya memperbaiki diri.
Wallahu a'lam bishowab.
Casino: Games, Bonuses & How to Play - Dr.MD
ReplyDeleteGet 이천 출장샵 a list of top games, bonuses, live casino, 동해 출장안마 for the 원주 출장안마 popular slot 제천 출장안마 machines at the Borgata. 계룡 출장샵 Get the free games to play at other casinos like