I. PENDAHULUAN
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ عَنْ أَبِي سِنَانٍ و قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى عَنْ ضِرَارِ بْنِ مُرَّةَ عَنْ مُحَارِبٍ عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ حَدَّثَنَا ضِرَارُ بْنُ مُرَّةَ أَبُو سِنَانٍ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ النَّبِيذِ إِلَّا فِي سِقَاءٍ فَاشْرَبُوا فِي الْأَسْقِيَةِ كُلِّهَا وَلَا تَشْرَبُوا مُسْكِرًا
Khamr
merupakan salah satu jenis makanam/minuman yang diharamkan oleh Islam.
Padahala, khamr sudah dianggap sebagai “kebutuhan primer” bagi sebagian
kelompok dan golongan (tidak terkecuali kaum Quraisy di Mekah). Mereka
biasa menggandengkan perbuatan tersebut dengan berjudi dan main
perempuan. Ini merupakan salah satu penyebab rusaknya moral masyarakat
dan secara tidak langsung berdampak buruk bagi kesehatan tubuh manusia.
Dari
berbagai penelitian kedokteran di era-era sekarang, khamr (dengan
segala jenisnya) dapat merusak sisitem kerja beberapa organ tubuh yang
juga bisa menyebabkan kefatalan. Dirasa wajar seandainya Rasulullah pernah bersabda:
و
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ قَالَا
حَدَّثَنَا يَحْيَى وَهُوَ الْقَطَّانُ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنَا
نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ وَلَا أَعْلَمُهُ إِلَّا عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ
خَمْرٍ حَرَامٌ
Pada
makalah ini penulis tidak akan menjelaskan khamr dari setiap aspek dan
bagiannya, namun pembahasan akan difokuskan untuk menjawab pertanyaan
“apa”, “kapan” dan “siapa” yang terkait seputar masalah khamr.
Sebagaimana telah dimaklumi bersama bahwa dalam pendefinisian sesuatu
sudah pasti ada beberapa pendapat yang berbeda dengan argumen
masing-masing yang dapat dipertanggungjawabkan. Namun itu semua tidaklah
menjadi pokok permasalahan disini.
Semoga dengan makalah yang singkat ini dapatmenjadi sebuah langkah awal untuk melatih
rasa kritis kita dalam membaca realita sejarah dan akhirnya dapat
menerapkannya sesuai dengan situasi dan kondisi yang sedang terjadi
sekarang, tanpa mengurangi nilai dan spirit dari sebuah ajaran tersebut.
II. DEFINISI KHAMR
a. Etimologi
Secara etimologi, khamr berasal dari kata “khamar” (خَمَرَ) yang bermakna satara (سَتَرَ), artinya menutupi. Sedang khammara (خَمَّرَ) berarti memberi ragi. Adapun al-khamr diartikan arak, segala yang memabukkan.[1]
Adapun menurut tafsir al-Lubāb terdapat empat sebab mengapa disebut khamr. Pertama karena menutupi akal, kedua dari kata “khimār” yang bermakna menutupi wanita, ketiga
dari “al-khamaru” yang berarti sesuatu yang bisa dipakai bersembunyi
dari pohon dan tumbuhan atau dengan kata lain semak-semak, dan yang keempat dari “Khāmir” yang bermakna orang yang menyembunyikan janjinya.[2]
b. Terminologi
Terdapat berbagai qaul ulama mengenai pengertian khamr. Di dalam tafsir al-Alūsī, disebutkan bahwa makna khamr ialah zat yang memabukkan dan terbuat dari sari anggur atau semua zat (minuman) yang dapat menutupi dan menghilangkan akal (وهو المسكر المتخذ من عصير العنب أو كل ما يخامر العقل ويغطيه من الأشربة).[3]
Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifah, yang dimaksud khamr
adalah nama jenis minuman yang dibuat dari perasan anggur sesudah
dimasak hingga mendidih serta mengeluarkan buih dan kemudian menjadi
bersih kembali. Sari dari buih itulah yang memabukkan.[4]
Dengan definisi ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa menurut Abu
Hanifah jenis minuman yang tidak terbuat dari anggur tidak disebut khamr
melainkan masuk kategori nabīdz (نبيذ).
Ini juga merupakan pendapat ulama-ulama Kuffah, al-Nakha’i, al-Tsauri
dan Abi Laila. Namun menurut penulis sendiri, baik itu khamr maupun nabīdz
ketika mengandung zat yang dapat memabukkan dan menghilangkan akal,
maka hukumnya sama saja, yaitu haram. Sebagaimana sabda Rasulullah
ketika ditanya Aisyah tentang hal tersebut:
حَدَّثَنَا
أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ
أَخْبَرَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْبِتْعِ وَهُوَ نَبِيذُ الْعَسَلِ وَكَانَ
أَهْلُ الْيَمَنِ يَشْرَبُونَهُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ شَرَابٍ أَسْكَرَ فَهُوَ حَرَامٌ
Diriwayatkan
dari Aisyah r.a, ia berkata, pernah ditanyakan kepada Rasulullah saw.
tentang bit'u (minuman keras yang terbuat dari madu dan biasa dikonsumsi
penduduk Yaman)." Lantas Rasulullah saw. bersabda, "Semua minuman yang memabukkan hukumnya haram,"[5]
Yang menjadi illat pada hadits tersebut adalah “memabukkan”. Oleh karena itu, minum nabīdz selagi tidak memabukkan itu dipebolehkan. Adapun hadits yang memperbolehkan meminum nabīdz adalah sabda Rasulullah yang diriwayatkan dari al-Bukhari :
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ قَالَ أَبُو بَكْرٍ عَنْ أَبِي سِنَانٍ و قَالَ ابْنُ الْمُثَنَّى عَنْ ضِرَارِ بْنِ مُرَّةَ عَنْ مُحَارِبٍ عَنْ ابْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ حَدَّثَنَا ضِرَارُ بْنُ مُرَّةَ أَبُو سِنَانٍ عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُرَيْدَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَيْتُكُمْ عَنْ النَّبِيذِ إِلَّا فِي سِقَاءٍ فَاشْرَبُوا فِي الْأَسْقِيَةِ كُلِّهَا وَلَا تَشْرَبُوا مُسْكِرًا
Sedangkan menurut al-Thabari dalam tafsirnya, al-khamr ialah segala jenis minuman yang dapat menutupi akal كل شراب خمّر العقل فستره و غطى عليه).[6]). Adapun menurut jumhur ulama’ (Maliki, Syafi’i dan Hanbali), yang dimaksud dengan khamr ialah semua zat/barang yang memabukkan baik sedikit maupun banyak. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw dari Ibn Umar:
و
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَمُحَمَّدُ بْنُ حَاتِمٍ قَالَا
حَدَّثَنَا يَحْيَى وَهُوَ الْقَطَّانُ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنَا
نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ وَلَا أَعْلَمُهُ إِلَّا عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ كُلُّ مُسْكِرٍ خَمْرٌ وَكُلُّ
خَمْرٍ حَرَامٌ[7]
Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr itu haram. (H.R. Muslim)
Setidaknya ada 26 sahabat yang meriwayatkan hadits tersebut dengan berbagai macam lafadznya.
c. Menurut Medis (Kedokteran)
Menurut
al-Sayyid Sābiq khamr adalah cairan yang dihasilkan dari peragian
biji-bijian atau buah-buahan dan mengubah saripatinya menjadi alkohol
dengan menggunakan katalisator (enzim) yang mempunyai kemampuan untuk
memisahkan unsur-unsur tertentu yang berubah melalui proses tertentu.
Minuman sejenis ini dinamakan dengan khamr karena dia mengeruhkan dan
menyelubungi akal, artinya menutupi dan merusak daya tangkapnya. Hal ini
adalah pengertian khamr menurut medis (kedokteran)[8].
III. KRONOLOGIS PENGHARAMAN KHAMR
Kalau kita menelaah ayat-ayat yang berkenaan dengan khamr, disana akan didapati bahwa khamr tidak serta merta dilarang oleh Allah. Hal ini sesuai dengan urutan turunnya ayat-ayat tentang khamr.
Ada beberapa ulama yang menyatakan bahwa ada tiga tahapan dalam
pengharamannya. Namun ada pula yang merumuskan empat tahapan dan hal ini
juga yang dipaparkan oleh Ali al-Shābūnī dalam tafsirnya.[9]
Terkait jumlah sebenarnya bukanlah jadi permasalahan karena pada
intinya sama saja, namun ada yang merinci lebih dalam dari yang lainnya.
Oleh karena itu akan dipaparkan tahapan-tahapan tersebut.
1.Tahap Pertama
Pada
tahapan ini Allah hanya memberikan penjelasan bahwa dari beberapa jenis
buah – dalam hal ini kurma dan anggur – manusia bisa menjadikannya
sesuatu yang bersifat memabukkan dan juga bisa memanfaatkannya sebagai
rizki yang baik. Hal ini terkait karena dari zaman pra Islam minum khamr
sudah menjadi kebiasaan di kalangan bangsa Quraisy, sebagaimana
biasanya mereka dalam berjudi.
وَمِنْ
ثَمَرَاتِ النَّخِيلِ وَالْأَعْنَابِ تَتَّخِذُونَ مِنْهُ سَكَرًا
وَرِزْقًا حَسَنًا إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
Dan
dari buah kurma dan anggur, kamu buat minuman yang memabukkan dan rezki
yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda bagi orang yang berakal. (QS. An-Nahl : 67)
Ayat ini turun di Mekah dan pada saat turunnya ayat tersebut khamr belum dilarang/diharamkan.
2. Tahap Kedua
يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ
لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا
Mereka
bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah, Pada keduanya
itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya. . . . (QS. Al-Baqarah : 219)
Ayat
ini turun di Madinah setelah Hijrah. Sebab turunnya ayat tersebut
menurut riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Tirmidzi dari Umar bin al-Khaththab
bahwasanya ia pernah berdoa: “Ya Allah, terangkanlah kepada kami
tentang (hukum) khamr dengan keterangan yang jelas karena ia telah
membinasakan harta dan merusak akal. Kemudian turunlah ayat tersebut.[10]
Pada tahapan kedua ini Allah menjelaskan bahwa sebenarnya dalam khamr
tersebut ada dua unsur yang terkandung di dalamnya: manfaat dan
mudharat. Namun Allah juga menegaskan bahwa sebenarnya mudharat yang
ditimbulkan olehnya jauh lebih banyak dari manfaatnya. Menurut
al-Shabuni juga, yang dimaksud dengan manfaat dari khamr adalah
manfaat yang didapat dari memperjual belikan khamr tersebut. Dan menurut
Imam al-Qurthubi, manfaat yang diperoleh dari khamr tersebut karena
mereka mengimpor dari Syiria dengan harga murah kemudian mejualnya di
seitar Hijaz (mekah dan Madinah) dengan harga tinggi.
Namun adapula yang berspekulasi bahwa manfaat khamr yaitu rasa lezat (اللذة) dan kondisi mabuk (النشوة المزعومة) yang ditimbulkan dari zat tersebut.[11]
3. Tahap Ketiga
Dampak
dari pemaknaan ayat yang terdapat pada tahapan kedua pada masa itu
ialah timbulnya dua golongan. Sebagian dari para sahabat meninggalkan
minuman khamr karena melihat ayat “Tapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya” namun sebagiannya lagi masih melakukannya karena potongan ayat “dan beberapa manfaat bagi manusia”.
Salah satu diantara yang tetap melaksanakannya adalah Abdurrahman bin
‘Auf. Suatu ketika ia menjamu beberapa sahabat Rasul (Ali dan beberapa
sahabat lainnya) dan menyuguhkan khamr kepada mereka. Ketika tiba waktu
shalat Ali ditunjuk menjadi imam dan pada waktu itu beliau keliru
membaca salah satu ayat yang menyebabkan kesalahan yang dianggap fatal.
Beliau membaca:
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ . أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُون
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku akan menyembah apa yang kamu sembah. Kemudian turunlah ayat berikut sebagai larangan shalat bagi orang mabuk.[12]
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَقْرَبُوا الصَّلَاةَ وَأَنْتُمْ
سُكَارَى حَتَّى تَعْلَمُوا مَا تَقُولُونَ وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي
سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. ..........Q.S. An-Nisa : 43)
Pada hadits tersebut khamr
telah diharamkan namun hanya ketika akan mengerjakan shalat. Oleh
karena itu masih ada beberapa sahabat yang mengerjakan perbuatan
tersebut (minum khamr).
4. Tahap Keempat
Setelah peristiwa yang terjadi pada tahapan ketiga, terjadi kembali tragedi yang menyebabkan turunnya ayat pengharaman khamr.
Suatu ketika ‘Utbān bin Mālik mengundang para sahabat untuk makan
bersama – salah satu diantaranya adalah Sa’ad bin Abi Waqās – dan telah
disiapkan bagi mereka kepala onta panggang. Mereka pun makan dan minum khamr
hingga mabuk. Mereka merasa bangga dan diantaranya ada yang bersyair
dengan membanggakan kaumnya dan serta menghina kaum anshar. Kemudian
salah seorang pemuda anshar (yang merasa terhina) mengambil sebuah
tulang dan memukul kepala Sa’ad hingga terluka. Sa’adpun mengadukan
kejadian tersebut kepada Rasalullah hingga turunlah ayat:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, judi, berkorban untuk
berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan kejitermasuk
perbuatan syetan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan. (Q.S. Al-Maidah : 90)
Setelah mencermai kronologi pelarangan khamr
dapat diambil pelajaran bahwa Islam sangatlah bijaksana. Ia tidak serta
merta mengharamkan tradisi yang telah lama “mengakar” dalam suatu
budaya (Quraisy). Islam melakukannya secara perlahan-lahan dengan
terlebih dahulu memaparkan bahaya yang dikandung oleh khamr.
Bahkan menurut Ali al-Shābunī, seandainya khamr telah dilarang semenjak awal munculnya Islam, tentu merka akan berkata: kami tidak akan meninggalkan khamr selama-lamanya.[13]
Adapun pertama kali diharamkannya khamr
terjadi setelah nabi hijrah (di Madinah). Selain dilihat dari ayat di
atas, hal ini juga telah dijelaskan oleh hadits Rasulullah:
حَدَّثَنَا
إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بِشْرٍ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ قَالَ
حَدَّثَنِي نَافِعٌ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ وَإِنَّ فِي الْمَدِينَةِ يَوْمَئِذٍ
لَخَمْسَةَ أَشْرِبَةٍ مَا فِيهَا شَرَابُ الْعِنَبِ[14]
حَدَّثَنَا
مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ أَبِي حَيَّانَ حَدَّثَنَا عَامِرٌ
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَامَ عُمَرُ عَلَى
الْمِنْبَرِ فَقَالَ أَمَّا بَعْدُ نَزَلَ تَحْرِيمُ الْخَمْرِ وَهِيَ مِنْ
خَمْسَةٍ الْعِنَبِ وَالتَّمْرِ وَالْعَسَلِ وَالْحِنْطَةِ وَالشَّعِيرِ
وَالْخَمْرُ مَا خَامَرَ الْعَقْلَ[15]
"Umar pernah khutbah di atas mimbar Rasulullah saw., ia berkata, 'Sesungguhnya telah diturunkan hukum pengharaman khamr yang terbuat dari lima bahan: anggur, kurma, gandum hinthah, gandum sya'ir dan madu. Khamr adalah apa saja yagn dapat menghilangkan akal',"
IV. SYARAT DIBERLAKUKANNYA HUKUMAN HUDUD:
1. Berakal
Ini merupakan syarat pokok diberlakukannya suatu syari’at. Hal ini sejalan dengan prinsip agama:
لا دين لمن لا عقل له
“Tiada agama bagi makhluk yang tidak memiliki akal”
Dengan
artian apabila orang gila/tidak waras meminum khamr maka ia tidak
dijatuhi hukuman sebagaimana layaknya hukum yang berlaku bagi orang yang
waras.
2. Baligh
Bagi
anak kecil yang belum dikategorikan baligh, apabila ia meminum khamr
dan sejenisnya maka golongan ini juga belum bisa dijatuhi hukuman. Hal
ini juga telah dijelaskan oleh Rasulullah:
أَخْبَرَنَا
يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ
مَهْدِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ حَمَّادٍ عَنْ
إِبْرَاهِيمَ عَنْ الْأَسْوَدِ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ عَنْ
النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّغِيرِ حَتَّى يَكْبُرَ وَعَنْ
الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ أَوْ يُفِيقَ[16]
3. Muslim
Secara
syar’i, yang wajib dikenakan hukum hudud hanyalah bagi umat muslim.
Sedangkan untuk para non-muslim tidak dapat dikenakan hudud,
kecuali apabila itu sudah merupakan sebuah undang-undang yang wajib
ditaati oleh seluruh masyarakat yang tinggal di dalamnya. Namun, secara
syar’i tetap mereka tidak dikenai hukum hudud.
4. Mumayyiz
Mumayyiz adalah orang yang dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
5. Tidak dalam kondisi darurat
Apabila
seseorang dalam keadaan darurat dan yang ada hanyalah khamr, apabila ia
tidak meminumnya, nyawanya akan terancam maka ketika ia meminumnya demi
menjaga keselamatan jiwanya ia tidak dikenai hukum hudud selagi tidak melebihi batasan yang telah berlaku (hanya sekedar untuk menyambung nyawa).
6. Tahu bahwa itu adalah khamar
Bagi orang yang benar-benar tidak tahu bahwa yang telah diminumnya adalah khamr, maka ia juga tidak dihukum hudud.
V. BENTUK HUKUMAN HUDUD PEMINUM KHAMAR
Peminum khamar yang telah dijatuhi vonis dan dinyatakan bersalah oleh sebuah institusi pengadilan (al-mahkamah al-syar`iyah) hukumannya adalah dipukul. Walaupun selanjutnya terdapat perbedaan mengenai jumlah pukulannya.
· 80 kali Pukulan, pendapat ini ialah pendapat yang dipegangi oleh jumhur ulama
· 40 kali pukulan,pendapat ini adalah pendapat Imam Syafi’i
Pendapat mereka didasarkan atas hadits-hadits berikut :
حدثنا
حفص بن عمر حدثنا هشام عن قتادة عن أنس أن النبي صلى الله عليه و سلم ( ح )
. حدثنا آدم حدثنا شعبة حدثنا قتادة عن أنس بن مالك رضي الله عنه : أن النبي صلى الله عليه و سلم ضرب في الخمر بالجريد والنعال وجلد أبو بكر أربعين[17]
حَدَّثَنَا
مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ ح وَحَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ
حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ هِشَامٍ - الْمَعْنَى - عَنْ قَتَادَةَ عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- جَلَدَ فِى
الْخَمْرِ بِالْجَرِيدِ وَالنِّعَالِ وَجَلَدَ أَبُو بَكْرٍ رضى الله عنه
أَرْبَعِينَ فَلَمَّا وَلِىَ عُمَرُ دَعَا النَّاسَ فَقَالَ لَهُمْ إِنَّ
النَّاسَ قَدْ دَنَوْا مِنَ الرِّيفِ - وَقَالَ مُسَدَّدٌ مِنَ الْقُرَى
وَالرِّيفِ - فَمَا تَرَوْنَ فِى حَدِّ الْخَمْرِ فَقَالَ لَهُ عَبْدُ
الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ نَرَى أَنْ تَجْعَلَهُ كَأَخَفِّ الْحُدُودِ.
فَجَلَدَ فِيهِ ثَمَانِينَ. قَالَ أَبُو دَاوُدَ رَوَاهُ ابْنُ أَبِى
عَرُوبَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ
جَلَدَ بِالْجَرِيدِ وَالنِّعَالِ أَرْبَعِينَ. وَرَوَاهُ شُعْبَةُ عَنْ
قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ ضَرَبَ
بِجَرِيدَتَيْنِ نَحْوَ الأَرْبَعِينَ.[18]
Adapun mengenai alat untuk memukul peminum khamar, bisa digunakan beberapa alat antara lain : tangan kosong, sandal, ujung pakaian atau cambuk.
VI. SIMPULAN
Dari penjelasan singkat di atas mengenai khamr, dapat diambil beberapa kesimpulan:
1. Khamr tidak serta merta dilarang oleh Allah swt.
2. Pelarangan khamr dilakukan setelah hijrah (Madinah)
3. Esensi dari pelarangan tersebut sebenarnya merupakan implementasi dari maqasid al-Syari’ah, yakni hifzh al-aql, hifzh al-nafs dan hifzh al-māl.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Alusi, Ruh al-Ma’ani dalam CD ROOM al-Maktabah al-Syamilah. Pustaka Ridwan: 2008.
Al-Shabuni, M. Ali. Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam. tp: Mekah al-Mukarramah, tt. juz.I.
Al-Shabuni, M. Ali. Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam, Mu’ammal Hamidy dan Imron A Manan (terj). PT. Bina Ilmu: Surabaya, 2003. juz.1
Al-Thabari, Ibnu Jarir. Tafsir al-Thabari dalam CD ROOM al-Maktabah al-Syamilah. Pustaka Ridwan: 2008.
Munawwir, Ahmad Warson. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997.
Q. Shaleh. Asbabun Nuzul. Diponegoro: Bandung, 2007.
Shahih al-Bukhari dalam CD ROOM al-Maktabah al-Syamilah. Pustaka Ridwan: 2008.
Shahih Muslim dalam CD ROOM al-Maktabah al-Syamilah. Pustaka Ridwan: 2008.
Siswanto, Fredi. Khamr Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Al-Syafi’i. Skripsi Fak. Syari’ah UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta 2007.
Tafsir al-Lubāb dalam CD ROM al-Maktabah al-Syamilah. Pustaka Ridwan: 2008
[1] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia ( Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), hal. 368
[6] Ibnu Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari dalam CD ROOM al-Maktabah al-Syamilah, (Pustaka Ridwan:2008) hlm. 34.
[8] Dikutip
dari Skripsi Fredi Siswanto, Khamr Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam
Al-Syafi’i,(Yogyakarta: Fak. Syari’ah UIN Sunan Kalijaga, 2007), hal 17.
[9] M. Ali al-Shabuni, Terjemahan Tafsir Ayat Ahkam, Mu’ammal Hamidy dan Imron A Manan (terj).,(PT. Bina Ilmu: Surabaya, 2003) juz.1, hlm. 217-218.
[10] M. Ali al-Shabuni, Rawai’ al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam (tp: Mekah al-Mukarramah, tt) juz.I, hlm. 270.
[18] Sunan abu Daud nomor 4481 juz 13 bab idza tataba’a fi syurbil khamri, hlm, 159.
sumber: http://santrientrepreneur.blogspot.com/2012/01/khamr-definisi-dan-kronologi.html
sumber: http://santrientrepreneur.blogspot.com/2012/01/khamr-definisi-dan-kronologi.html